Jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro termasuk salah satu dari lima jemaat pertama di GKI Jawa Timur Surabaya. Sebelum berubah nama menjadi GKI, gereja ini bernama Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee. Dari namanya kita bisa tahu bahwa gereja ini beranggotakan orang Tionghoa. Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee pertama yang ada di Surabaya lokasinya adalah di Johar laan 4 (jalan Johar) Surabaya. Seiring dengan pergerakan kemerdekaan Indonesia dan tumbuhnya nasionalisme dalam diri umat Kristen, November 1958 namanya pun berubah. Gereja dengan mayoritas jemaat Tionghoa itu berubah nama menjadi Gereja Kristen Indonesia. Lengkapnya Gereja Kristen Indonesia Jatim Kota Besar Surabaya. Kemudian berganti lagi menjadi Gereja Kristen Indonesia Jatim Surabaya. Jemaat ini terus bertumbuh hingga mulai tahun 1967 GKI Jatim Surabaya meliputi lima daerah sesuai pembagian geografis jalan: Diponegoro, Embong Malang, Ngagel, Residen Sudirman dan Johar.

Sebelum secara resmi terbagi menjadi lima wilayah, GKI Diponegoro sebetulnya telah mulai mengadakan kebaktian Minggu sejak 5 Agustus 1958 dengan meminjam gedung gereja Anglikan di Jl. Diponegoro 24, Surabaya. Sekarang gedung tersebut menjadi GKJW Jemaat Darmo. Kebaktian di gedung tersebut berlangsung hingga 10 Juni 1973. Pengalaman sejarah ini menunjukkan pentingnya membangun relasi dan kerjasama pelayanan dengan gereja-gereja lain sebagai sesama tubuh Kristus. Setelah itu GKI Diponegoro mulai menggunakan gedung gereja di jalan Diponegoro 146 yang telah dibangun satu tahun sebelumnya.

Adanya gedung yang baru ini membuat GKI Diponegoro memiliki lebih banyak kesempatan untuk bertumbuh dan mengembangkan pelayanan. Satu tahun kemudian, tepatnya 3 April 1974 GKI Diponegoro dinyatakan secara resmi sebagai jemaat yang dewasa dan mandiri. Dengan demikian dimulailah babak baru kehidupan jemaat di jalan Diponegoro 146. Aktivitas bergereja tak lagi terbatas hanya pada Kebaktian Hari Minggu. Kegiatan seperti pembinaan dan pelatihan mulai dilakukan bagi jemaat sehingga jemaat diperlengkapi dan dapat terlibat dalam berbagai bentuk pelayanan. Oleh karena itulah mulai dibentuk badan-badan pelayanan kategorial yang sesuai dengan kebutuhan dan talenta jemaat.

Sejak menjadi bagian dari GKI Djatim Jemaat Surabaya hingga menjadi jemaat mandiri, GKI Diponegoro telah dilayani oleh banyak pendeta, antara lain Pdt. Yahya Kumala, Pdt. Agus Susanto, Pdt. Benyamin Gunawan, Pdt. Sien Sriyono, Pdt. Robert Setyo, Pdt. Claudia S. Kawengian, Pdt. Josafat Kristono, dan Pdt. Lydia Laurina. Setiap pendeta hadir dengan beragam karunia yang saling melengkapi dan saling melayani bersama jemaat. 

Berkat penyertaan Tuhan, gereja ini terus bertumbuh. Kini GKI Diponegoro dapat dikatakan telah bertumbuh menjadi gereja urban. Selain jemaat yang memang telah lama bergereja di sini, GKI Diponegoro juga menjadi “gereja transit” bagi banyak orang yang datang dari berbagai kota. Kehadiran mereka turut memperkaya keberagaman pelayanan dan membuat kehidupan bergereja makin dinamis.