Sederhana Tetapi Bermakna

“Karya terbesar Allah bagi umat manusia dimulai dari kisah yang sangat sederhana. Tidak spektakuler. Tidak populer. Allah memakai cara yang tidak biasa untuk sebuah rencana yang luar biasa.”

Natal adalah sebuah hal yang sangat dinanti-nanti bagi setiap umat Kristen. Perayaan hari kelahiran Kristus di penghujung tahun itu, menjadi sesuatu yang sangat ditunggu. Persiapan dilakukan sejak satu bulan sebelumnya. Hiasan natal mulai dibuka dari pembungkusnya. Pohon natal mulai dipajang lengkap dengan segala aksesorisnya. Kalau perlu, hiasan-hiasan yang lama diganti dengan yang baru. Suasana natal sengaja diciptakan, demi segala yang ada. Adakah yang salah dengan hal itu? Tentu saja tidak.

Tatkala pandemi melanda, segala sesuatunya menjadi berubah, Paling tidak pada momen Natal dua tahun ini. Gereja masih belum bisa melakukan kebaktian dan perayaan secara normal. Pengunjung kebaktian masih dibatasi mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan. Seakan semuanya itu terasa menjadi hambar. Tidak ada gairah dan kemeriahan di sana. Natal seakan menjadi berkurang maknanya. Jika natal hanya diukur dari sekadar kemeriahannya saja, bisa jadi hal tersebut benar. Mari kita kilas balik sejenak dari kisah kelahiran Kristus yang sudah sangat kita hafal dari Alkitab. Kita tahu bagaimana bersahajanya Yusuf dan Maria dalam perjalanan pulang ke Betlehem. Maria yang sedang hamil tua kepayahan di atas keledai. Hari sudah mulai malam dan tidak ada tempat menginap buat mereka. Kita sudah tahu kisah selanjutnya bagaimana.

Suasana sangat tidak nyaman itulah yang Yusuf dan Maria alami. Itulah kelahiran Kristus dengan segala keterbatasannya. Namun kita tahu, inilah awal dari sebuah sejarah dunia yang mencengangkan itu. Karya terbesar Allah bagi umat manusia dimulai dari kisah yang sangat sederhana. Tidak spektakuler. Tidak populer. Allah memakai cara yang tidak biasa untuk sebuah rencana yang luar biasa.

Odoo CMS- Sample image floating

Kembali ke kondisi saat ini. Pandemi yang belum usai dan kita tidak tahu kapan usai. Ancaman gelombang ketiga masih mungkin terjadi. Hampir 2 tahun kita hidup dalam kesesakan, kesumpekan dan penderitaan. Hidup yang tidak lagi mengikuti kebiasaan normal, mesti kita jalani. Kebebasan kita terenggut. Semua bidang terkena dampaknya. Tidak peduli anak-anak, orang muda, kaum dewasa bahkan sampai para senior. Tidak pandang suku bangsa, agama, strata sosial, maupun tingkat intelektual. Semua terkena dan tak seorang pun yang tahu bagaimana mengatasinya.

Di sinilah kita perlu merenung dalam. Mengapa Tuhan mengijinkan ini terjadi? Apa rencana Tuhan dibalik semua ini? Hal terbaik dalam menyongsong Natal kali ini adalah mencoba tetap tenang, merenung, berpikir jernih dan minta hikmat dari Tuhan. Setiap orang pasti punya perenungan yang berbeda. Namun satu hal yang kita imani, Tuhan pasti punya rencana yang indah. Kepedulian kita terhadap sesama dan ciptaan Tuhan itu perlu dikaji ulang. Sudahkah kita lebih peduli terhadap saudara-saudara kita yang terlupakan? Adakah berkat yang kita terima itu semakin banyak dibagikan? Adakah kita lebih memperhatikan saudara-saudara kita yang kesepian?

Daftar itu bisa semakin panjang. Ternyata banyak hal belum kita lakukan. Kinilah saatnya. Itu cara menyambut Natal kali ini. "Seteguk air buat sahabatku yang paling hina, engkau telah melakukannya untuk Aku", kata Tuhan Yesus.

Bukankah begitu?