Dalam Penantian, Turut Berperan
“Jika situasinya sulit, akankah Natal menjadi berkurang makna? Apakah Tuhan melupakan kita dan sedang menyembunyikan wajah-Nya dari penderitaan umat manusia?”
Seperti tahun lalu, Natal tahun ini kita juga akan masih dibayangi ‘kedukaan’ dalam merayakannya. Kita mungkin akan masih merayakan di rumah masing-masing melihatnya melalui layar televisi, Laptop, atau layar mungil telepon genggam. Pasti sangat tidak nyaman. Bukan hanya perayaan yang sifatnya kegembiraan. Bahkan untuk kebaktian yang penuh formalitas religius juga terkendala. Gedung gereja memang dibuka untuk melakukan semua kegiatan itu secara on-site, namun tidak semua dari kita bisa datang beramai-ramai untuk merayakan atau melaksanakan kebaktian bersama. Tentu saja itu karena kita berusaha menjalan protokol kesehatan dengan sebaik mungki. Oleh karena pandemi Covid-19 belum sepenuhnya selesai, maka kita bisa memastikan Natal tahun ini juga akan kita rasakan ‘ada yang kurang’. Kita pun berteriak kepada Tuhan: “berapa lama lagi, ya Tuhan
Jika situasinya sulit, akankah Natal menjadi berkurang makna? Apakah Tuhan melupakan kita dan sedang menyembunyikan wajah-Nya dari penderitaan umat manusia? – (Mazmur 13:1). Saudara, kita tidak harus berduka dalam keadaan ini. Meskipun ada begitu banyak persoalan yang memang sering tidak kita pahami, sebagai orang percaya kita kudu meyakini bahwa segala sesuatu di atas muka bumi ini adalah bagian dari yang diijinkan-Nya terjadi. Memang nalar kita tidak akan pernah sampai pada logika yang sedang berlangsung. Namun Natal tetaplah Natal yang maknanya tak berubah. Natal menjadi momen umat manusia di seluruh muka bumi menyambut kedatangan-Nya. Sangat ‘menghina’ bila Natal ‘dikalahkan’ oleh pandemi. Natal merupakan perwujudan Fiman Allah sendiri yang menjadi manusia dengan kelahiran secara manusiawi dan diam di antara manusia. Sudah sejak zaman purbakala kehadiran-Nya dinubuatkan oleh para Nabi (Lukas 1:70). Dia datang dengan sengaja untuk melawat kita. Sehingga tidak ada kemungkinan sama sekali mengesampingkan Natal. Maka, jika kita merasa makna natal tahun ini berkurang, barangkali kitalah yang perlu mempertanyakan iman kita sendiri.
Namun bagi saya, masa ‘sulit’ akibat pandemi justru menjadi momen bagaimana kita memberikan makna bagi Natal tahun ini. Di tengah kegundahan akan menjadi luar biasa bila kita mampu memberikan makna tersendiri bagi kehidupan kita, kehidupan keluarga, dan orang-orang terdekat kita. Tentu saja ini membutuhkan perenungan mendalam. Terlebih bagi saudara-saudara kita yang mengalami penderitaan oleh karena Covid-19 ini. Baik yang demikian tersiksanya karena terpapar, hingga sampai yang harus kehilangan orang-orang terkasihnya.
Masa penantian kelahiran-Nya yang kita kenal sebagai masa Adven menjadi masa penting bagi kita umat percaya. Natal ini sudah ada dan tetap akan ada di sepanjang masa. Peristiwa Natal yang sudah terjadi 2000 tahun lalu, tak perlu lagi dipertanyakan maknanya. Justru yang patut diperbarui selalu maknanya adalah: kita sebagai umat yang ditebus oleh Natal ini. Apa peranan yang ingin kita jalankan? Bagaimana Natal mampu mengubah jalannya kehidupan kita? Kebaruan dalam menjalani kehidupan Kristiani haruslah nampak dalam aktivitas kita sehari-hari. Menjadi ‘kitab terbuka’ yang dibaca orang lain berarti harus menyalurkan sinar kehangatan, menjadi saluran berkat, dan menjadi inspirasi bagi orang lain. Kita harus mampu mewartakan pengharapan Natal di masa Adven kepada umat manusia. Tidak harus dimulai dari yang jauh di sana, cukuplah mulai dari lingkaran terkecil di sekeliling kita.
Selamat menjemput Natal, Tuhan memberkati!